HAK
CIPTA
Hak cipta
adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan
hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta
merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas
suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas.
Hak
cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi,
drama, serta karya tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik,
rekaman suara,
lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak
cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,
namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual
lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum
yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan
suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya,
atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak
berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru
tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang
penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
·
Sejarah Hak Cipta
Konsep
hak cipta dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari konsep copyright
dalam bahasa Inggris (secara
harafiah artinya "hak salin"). Copyright
ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Johannes Gutenberg, proses
untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya
yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan
besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta
perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya,
hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya
cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710
dengan Statute of Anne
di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright,
yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and
Literary Works ("Konvensi Bern tentang
Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886
adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis
kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk
mendapatkan copyright. Segera
setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang
otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
·
Hak-Hak yang Tercakup
dalam Hak Cipta
1. Hak eksklusif
Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak
untuk:
·
membuat salinan atau
reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya,
salinan elektronik),
·
mengimpor
dan mengekspor ciptaan,
·
menciptakan karya
turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·
menampilkan atau
memamerkan ciptaan di depan umum,
·
menjual atau
mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam
hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak
cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta
tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta
termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan,
meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada
publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum
yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku
karya seni (yaitu pemusik, aktor,
penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga
penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang
dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal
1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara
nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta
tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4).
Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya
tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
2. Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki
pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO
(yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar
ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai
pencipta ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak
pengarang" (droit d'aueteur,
author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak
moral" (Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak
ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat
dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman
nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut
sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
·
Perolehan dan
Pelaksanaan Hak Cipta
Hak
cipta gambar potret "penduduk asli Bengkulu" yang diterbitkan pada tahun 1810
ini sudah habis masa berlakunya.
Pada
umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak
mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah
periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada
yurisdiksi tertentu).
1. Perolehan hak cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda
untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta;
di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor
"keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu
ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila
gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium
tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video,
atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta
tersebut. Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk
melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan
oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan,
yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang
memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut
dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku;
misalnya dalam hukum Inggris (Copyright
Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam
undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
2. Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat
mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal,
tari,
koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik
(dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual
tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu
yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan),
dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa
mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
3. Penanda hak cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku
atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan
tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau
pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang
hak cipta, ©), atau kata "copyright",
yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan
tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak
ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan
lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta
tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan
tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini
umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi
Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan
tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang
diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML
sebagai ©, ©, atau ©
4. Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda
dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa
berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku
dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923
telah kedaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak
cipta biasanya sepanjang hidup
penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak
cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan
bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
5. Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh
pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada
aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara
lain.
·
Perkecualian dan
batasan hak cipta
Perkecualian
hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair
dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan
perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
·
Lisensi Hak Cipta
Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait
kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau
produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
·
Kritik atas konsep
hak cipta
Kritikan-kritikan
terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi
yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan
mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat
bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi
sekarang, yaitu adanya masyarakat informasi baru.
Keberhasilan
proyek perangkat lunak bebas
seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apache telah
menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa
bersifat monopoli berlandaskan hak cipta [1].
Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan
lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak
menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.
·
UNDANG-UNDANG YANG MENDASARI HAK CIPTA
Di
Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang
tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Berdasarkan UU RI No. 19 Tahun 2002
Ayat 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 9 : Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
Ayat 13 : Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jendral
Ayat 14 : Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Hak cipta yang dijelaskan pada pasal ini tidak hanya untuk pencipta yang menciptakan sebuah inovasi, pelaku di dunia seni juga mendapat perhatian dari pemerintah oleh karena itu pada pasal ini terdapat aturan yang mengatur mereka. Tidak hanya pelaku di dunia saja, produsen rekaman suara, lembaga penyiaran, kuasa, menteri, dan direktorat jenderal juga diatur dalam ketentuan.
Untuk memperoleh hak cipta, seorang pencipta harus membuat permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan ke Direktorat Jenderal. Selanjutnya pencipta akan mendapat lisensi yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta untuk mengumumkan/memperbanyak ciptaannya.
Ayat 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 9 : Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
Ayat 13 : Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jendral
Ayat 14 : Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Hak cipta yang dijelaskan pada pasal ini tidak hanya untuk pencipta yang menciptakan sebuah inovasi, pelaku di dunia seni juga mendapat perhatian dari pemerintah oleh karena itu pada pasal ini terdapat aturan yang mengatur mereka. Tidak hanya pelaku di dunia saja, produsen rekaman suara, lembaga penyiaran, kuasa, menteri, dan direktorat jenderal juga diatur dalam ketentuan.
Untuk memperoleh hak cipta, seorang pencipta harus membuat permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan ke Direktorat Jenderal. Selanjutnya pencipta akan mendapat lisensi yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta untuk mengumumkan/memperbanyak ciptaannya.
Referensi
- Hutagalung, S.M. 2012. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
- www.Hukumonline.com
0 komentar